Kamis, 28 Oktober 2010

Di Manakah Sekarang Adamu, Bunga?

air mata menghias tangis
semesta jiwa yang tipis tiba-tiba teriris
tirai demi tirai ketegaran semakin terkikis
lantas habis

dari sebagian lembaran-lembaran lama itu
bunga, di manakah sekarang adamu?

kujumpai kembali tiap kata yang dulu memupukmu
kutarik satu per satu, lalu kubaca
kenangan yang kupikir telah bersedia menjadi saksi
ribuan bahkan jutaan kisah indah tentang kita

kutanya setiap kata dalam satu perenungan panjang
membuatku tenggelam lagi dalam kerinduan padamu
dulu aku menjamahmu, bunga
sedang engkau genggam erat hatiku
sekuat teguhmu menjagaku
kau jadikan semua penuh arti
lalu kita tak pernah tahu apa yang terjadi
setelah dengan tiba-tiba kau kehilanganku
mungkin kau sempat lumpuh karenaku
padahal setiap perjalanan asaku
masih menjuntai antara dirimu dan dirinya

bunga, di manakah sekarang adamu?

akan kujelaskan pada setiap keraguan hatimu
karena di matamu, masih tumbuh satu jiwa yang lain
aku tak pernah ingin lagi meruntuhkanmu
namun kuakui, aku pun tak pernah ingin lagi melepaskanmu

bunga, kaulah jiwa cintaku untuk dirimu
dulu aku memang terlalu
menelantarkan kejujuran demi sebuah keindahan
aku telah membuatmu layu, meninggalkanmu
namun aku tahu, jiwamu selalu bersenandung
bahkan saat kau kucampakkan begitu lepas

bunga, di manakah sekarang adamu?

aku sudah ingin mencium harummu lagi
mengecup lembut kelopak-kelopak putihmu
hingga aku mampu melihat cinta di sudut matamu
yang kelak akan kuhidupkan kembali dalam jiwaku
dan tak pernah mati

28 Oktober 2010

“…kau membuatku mengerti hidup ini, kita terlahir bagai selembar kertas putih…”


0 komentar:

Posting Komentar