Rabu, 15 Juni 2011

Embun Berwajah Gelisah


dari bibir jendela yang separuh menganga
aku melihat titik-titik air terpelanting ke sana ke mari
suara rindu melengking dan menyayat gendang telinga
mereka seakan sedang mengawali hari
untuk memupus kesunyian yang bertindihan

namun embun di luar benar-benar mengiris hati
aku sendiri merasakan perih ini semakin bertambah
nurani terguncang dengan isak yang mati-matian kutahan
jiwa keharuan kian meruncing menyesakkan
perasaan ini, seperti tersayat tajam pisau belati

aku sangat merindukan seseorang
mungkin sebanding dengan rinduku pada hujan saat kanak-kanak
aku merindukannya dengan kepasrahan segenap
dengan ketelanjangan yang tak dibuat-buat

aku masih merindukannya hingga detik ini
bahkan saat embun bernyanyi menyuarakan kegelisahan
aku berharap titik-titik air itu mereda
saat sinar mentari menelusup bibir jendela
lantas perlahan-lahan sirna

karena aku ingat kejadian beberapa hari lalu
saat keresahan embun lenyap ditelan indahnya kerinduan
dan saat itu sinar mentari sedang hangat-hangatnya

15 Juni 2011

5 komentar:

Nur FatIn aDiLah bT azMi mengatakan...

wahh.. suke puisi ini. banyak perkataan yang hiperbola. hehe. :P.

Fad mengatakan...

wat sendiri?tahniah...

tyteukie mengatakan...

:) nice my bro..

siapa yang abg rindu ni? :)

Siti Aisyah mengatakan...

siapa yang dirindui...

Cha'unk El Fakir mengatakan...

ia yang akan selalu ada dalam hatiku...

Posting Komentar