simpul mati itu telah terurai
tali temalinya terputus
membukakan pintu yang lama tertutup
menampak pagi indah menyingsing
memancar harapan berlimpahan
dan hujan pasti kan turun kembali
nanti
yang berlalu kubiarkan lenyap
dan yang lenyap kubiarkan mati
ini jalan yang kupilih
aku tak lagi peduli dengan apa yang berlalu
karena ia telah pergi
dan berakhir
kini kuharap
yang telah hilang akan tergantikan
dan akan segera datang
dengan terang yang lebih benderang
semoga.....
30 Juni 2010
Rabu, 30 Juni 2010
Selasa, 29 Juni 2010
Malam
tidak salah
hanya malamlah puncak rindu segala rindu
tempat resahku mesti diadu
membuang segenap keluh
menguak cela seluruh
pada jiwa yang rapuh
sambil berharap angkuhnya meruntuh
malamku telah menampung banyak rindu
damai selimutnya jadi santapan kalbu
menuang asa pada gelas-gelas waktu
melenyap hampa yang telah lalu
dalam sebentar resahku melebur
sedang diri enggan jua mengabur
ke tepi debur
setiap malam adalah puncak segala rindu
aku tak ingin kan lagi terjatuh
sama tiada artinya dengan setiap yang luruh
namun tak penuh
29 Juni 2010
hanya malamlah puncak rindu segala rindu
tempat resahku mesti diadu
membuang segenap keluh
menguak cela seluruh
pada jiwa yang rapuh
sambil berharap angkuhnya meruntuh
malamku telah menampung banyak rindu
damai selimutnya jadi santapan kalbu
menuang asa pada gelas-gelas waktu
melenyap hampa yang telah lalu
dalam sebentar resahku melebur
sedang diri enggan jua mengabur
ke tepi debur
setiap malam adalah puncak segala rindu
aku tak ingin kan lagi terjatuh
sama tiada artinya dengan setiap yang luruh
namun tak penuh
29 Juni 2010
Minggu, 27 Juni 2010
Aku Menginginkan Seorang Gadis
aku menginginkan seorang gadis di sini
yang datang dengan kemauan sendiri
bukan karenaku
barangkali tak ada yang mengerti kenapa
termasuk keinginanku
tapi telah kukatakan berkali-kali
ini adalah duniaku
pikiranku telah meyakinkan diriku sepenuhnya
bahwa ini bukanlah sesuatu yang hampa
telah ada seorang gadis hidup di dalamnya
dan ia nyata
yang tak pernah kubayangkan sebelumnya
karena ia tak kasat mata
pun tanpa suara
aku menginginkan seorang gadis yang indah
biar pikiranku tak lagi membaca kesunyian yang lebih dalam
akan kuungkap sesekali apa yang sedang aku rasa
karena mungkin semuanya tak cukup dengan isyarat
aku menginginkan seorang gadis yang ramah
biar tak ada satu ruang hampa pun yang tak berubah
maka bacalah...
saat nanti kukatakan apa yang seharusnya dibacakan
karena kita, telah ada di luar perbatasan
27 Juni 2010
Sabtu, 26 Juni 2010
Dengarlah Laguku
malam...
kau tahu hampaku telah berlalu
sunyi yang dulu selalu menemani
kini tak lagi menjejaki waktu
selimut gelapmu tak lagi membawa sepi
membuatku bahagia
ada pena sebagai pendamping kopiku
ada tinta sebagai kolam renang imajiku
ada buku sebagai teman nyanyianku
dan rindu adalah kekuatan yang tersimpan dalam diriku
malam...
dengarkanlah selalu nyanyianku
lagu ini indah
lagu ini anugerah
karena kepedihan terkubur sudah
menjadi sesuatu yang telah berlalu
26 Juni 2010
"Terkadang kita memerlukan perhentian untuk merenungi hal-hal sulit yang kita hadapi, karena itu, berhentilah sejenak untuk kembali melangkahkan kaki yang lebih pasti."
kau tahu hampaku telah berlalu
sunyi yang dulu selalu menemani
kini tak lagi menjejaki waktu
selimut gelapmu tak lagi membawa sepi
membuatku bahagia
ada pena sebagai pendamping kopiku
ada tinta sebagai kolam renang imajiku
ada buku sebagai teman nyanyianku
dan rindu adalah kekuatan yang tersimpan dalam diriku
malam...
dengarkanlah selalu nyanyianku
lagu ini indah
lagu ini anugerah
karena kepedihan terkubur sudah
menjadi sesuatu yang telah berlalu
26 Juni 2010
"Terkadang kita memerlukan perhentian untuk merenungi hal-hal sulit yang kita hadapi, karena itu, berhentilah sejenak untuk kembali melangkahkan kaki yang lebih pasti."
Jumat, 25 Juni 2010
Gelisah
mungkin
dulu aku masih sangat mentah
meski banyak menelurkan kisah
melahirkan sajak-sajak basah
tapi tak pernah mampu menanggalkan resah
kini pun tak sangat beda
saat usia mendekati baya
pengalaman belum jua padati jiwa
hanya nikmati angan memandangi asa
diri sebagai pemandu kereta
teramat perlahan masuki lorong-lorong pencerahan
yang sesungguhnya aku tak pernah tahu
sebuah kebenaran ataukah persimpangan
aku masih mentah
aku masih buta arah
bahkan,
saat diri tersentuh setitik cahaya
aku masih jua tak penuh percaya
dengan raga separuh siaga
adakah ia menghancur hampa
tetap menaruh harap cerah
dan kian nyata?
aku telah begitu segan
terhanyut sunyi kali kedua
betapa angan yang dulu pernah selalu ada
ternyata hanya sekadar memendam rasa
mungkin
aku mesti berhenti menulis
karena ada jalan lain yang lebih indah untuk dilalui
tapi sanggupkah...
sanggupkah diri memberi banyak arti
untuk jiwa dan kehidupanku nanti?
Tuhan,
beri aku sedikit pikir
untuk mampu renungi resahku ini
25 Juni 2010
dulu aku masih sangat mentah
meski banyak menelurkan kisah
melahirkan sajak-sajak basah
tapi tak pernah mampu menanggalkan resah
kini pun tak sangat beda
saat usia mendekati baya
pengalaman belum jua padati jiwa
hanya nikmati angan memandangi asa
diri sebagai pemandu kereta
teramat perlahan masuki lorong-lorong pencerahan
yang sesungguhnya aku tak pernah tahu
sebuah kebenaran ataukah persimpangan
aku masih mentah
aku masih buta arah
bahkan,
saat diri tersentuh setitik cahaya
aku masih jua tak penuh percaya
dengan raga separuh siaga
adakah ia menghancur hampa
tetap menaruh harap cerah
dan kian nyata?
aku telah begitu segan
terhanyut sunyi kali kedua
betapa angan yang dulu pernah selalu ada
ternyata hanya sekadar memendam rasa
mungkin
aku mesti berhenti menulis
karena ada jalan lain yang lebih indah untuk dilalui
tapi sanggupkah...
sanggupkah diri memberi banyak arti
untuk jiwa dan kehidupanku nanti?
Tuhan,
beri aku sedikit pikir
untuk mampu renungi resahku ini
25 Juni 2010
Rabu, 23 Juni 2010
Sajak Sebongkah Rindu
di kamar yang heningnya tiada lagi berselimut sepi
sayup-sayup rindu melambai
menangkup sekujur raga
membawa getar menyimpan desah
menebar indah
hanyutkan resah
di malam yang anginnya tiada lagi meniup sunyi
diam-diam rindu menyapa ulu hati
dengan debar yang sama besar
seperti saat bayangmu mengejar
mengirim pijar cinta terhampar
menuju altar
membuatku terkapar
di sini hanya ada sebongkah rindu
ia bergetar
mengibar debar
meski hangatnya menyelip samar
23 Juni 2010
sayup-sayup rindu melambai
menangkup sekujur raga
membawa getar menyimpan desah
menebar indah
hanyutkan resah
di malam yang anginnya tiada lagi meniup sunyi
diam-diam rindu menyapa ulu hati
dengan debar yang sama besar
seperti saat bayangmu mengejar
mengirim pijar cinta terhampar
menuju altar
membuatku terkapar
di sini hanya ada sebongkah rindu
ia bergetar
mengibar debar
meski hangatnya menyelip samar
23 Juni 2010
Hembusan Rindu di Keheningan
dari keheningan kuhembuskan rindu
lewat angin-angin malam memelukmu
tak terbendung
hening ini menghembuskan rindu
tanpa batas
menenun hasrat tak sekilas
membaring di dirimu
menabur bunga seharum cinta
memadukan denyut-denyut jiwa
memaut rasa
dari hening ini terhembus rindu
yang lama mendekap malam-malamku
kuharap,
ia dapat sampai ke pangkuanmu
lantas mengaliri aliran darahmu
menuju hatimu
23 Juni 2010
lewat angin-angin malam memelukmu
tak terbendung
hening ini menghembuskan rindu
tanpa batas
menenun hasrat tak sekilas
membaring di dirimu
menabur bunga seharum cinta
memadukan denyut-denyut jiwa
memaut rasa
dari hening ini terhembus rindu
yang lama mendekap malam-malamku
kuharap,
ia dapat sampai ke pangkuanmu
lantas mengaliri aliran darahmu
menuju hatimu
23 Juni 2010
Senin, 21 Juni 2010
Mengeja Rindu di Jelang Fajar
ziarah
pada angin hening yang rebah
tak lelah-lelah
larut
bersama angin malam menyelimut
tak surut-surut
debar rindu ini milikmu
juga kesetiaan getar lembut hatiku
sebab senyummu kini telah hilang
barangkali sembunyi di rerimbunan kenangan
sebab ternyata kita kini tanpa pertemuan
barangkali tersela kejamnya tebing kenyataan
rindu ini tak kenal lelah
meski menumpah darah
ia tetap rekah
rindu ini tak kenal surut
meski sempat hentikan denyut
ia tetap bergelayut
sungguh,
tanpa lelah
tanpa surut
rindu ini berkelebatan, selalu
seperti sembilu mengibasi sepi dinihariku
tanpamu.....
21 Juni 2010
pada angin hening yang rebah
tak lelah-lelah
larut
bersama angin malam menyelimut
tak surut-surut
debar rindu ini milikmu
juga kesetiaan getar lembut hatiku
sebab senyummu kini telah hilang
barangkali sembunyi di rerimbunan kenangan
sebab ternyata kita kini tanpa pertemuan
barangkali tersela kejamnya tebing kenyataan
rindu ini tak kenal lelah
meski menumpah darah
ia tetap rekah
rindu ini tak kenal surut
meski sempat hentikan denyut
ia tetap bergelayut
sungguh,
tanpa lelah
tanpa surut
rindu ini berkelebatan, selalu
seperti sembilu mengibasi sepi dinihariku
tanpamu.....
21 Juni 2010
Minggu, 20 Juni 2010
Rindu Tanpa Nama
sudah sejak mula aku percaya
cinta bukan sekadar linangan air mata
dari gugurnya daun merah jambu di jendela
sebab ia hanya terpenggal
yang lantas tanpa disadari menjadi sebuah awal
jika cinta hanya dianggap air mata
maka rindu yang menyelubung jiwa
nadanya berirama sia-sia
indah dendamnya tak lagi bisa dirasa
aku sudah percaya sejak mula
cinta menampung banyak rindu tanpa cela
lantas mengalir di setiap detik usia
meski tak lagi ada nama
ia tetap menghimpun indah tanpa kata
tanpa air mata
20 Juni 2010
"Kita mungkin merasakan jarak memisahkan raga kita satu sama lain, tapi mungkin juga kita merasakannya secara lain bahwa justru jarak itulah yang mempertautkan jiwa kita menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan."
(Cha'unk el-Fakir)
cinta bukan sekadar linangan air mata
dari gugurnya daun merah jambu di jendela
sebab ia hanya terpenggal
yang lantas tanpa disadari menjadi sebuah awal
jika cinta hanya dianggap air mata
maka rindu yang menyelubung jiwa
nadanya berirama sia-sia
indah dendamnya tak lagi bisa dirasa
aku sudah percaya sejak mula
cinta menampung banyak rindu tanpa cela
lantas mengalir di setiap detik usia
meski tak lagi ada nama
ia tetap menghimpun indah tanpa kata
tanpa air mata
20 Juni 2010
"Kita mungkin merasakan jarak memisahkan raga kita satu sama lain, tapi mungkin juga kita merasakannya secara lain bahwa justru jarak itulah yang mempertautkan jiwa kita menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan."
(Cha'unk el-Fakir)
Jumat, 18 Juni 2010
Episode Tragedi dan Secangkir Kopi
-kisah usang yang lengang di sudut ruang
di sepi yang hampir sempurna ini, saat segala sesuatu telah pergi, tak kecuali nama yang pernah begitu indah menghiasi, dimiliki, disanjungi, dan dikagumi oleh hati -namanya dulu cinta, bersemi, meski penuh dengan teka-teki- seberkas sinar mentari telah lagi terangi hidupku, aku hanya sedikit menoleh masa lalu, lantas menatapi apa yang ada di hadapanku, sungguh, belum pernah sebelumnya kulihat hal-hal yang begitu banyak lagi indah secara bersamaan, rasanya, tak pernah sia-sia aku kuburkan saat-saat indah empat puluh bulanku beberapa waktu yang lalu, saat itu aku merasa telah diwajibkan untuk menguburkannya, apa yang dulu pernah hidup menyemat dalam hidupku, aku menguburkannya, lambat-lambat, dan tanpa ada yang tahu...
dulu, cinta begitu setia menemani aku, dari waktu ke waktu, pada siang dan malam-malamku, ia adalah kata-kataku yang paling tenang yang selalu membawakanku begitu banyak puisi, imaji-imaji yang datang senantiasa membimbingku, mengajariku bagaimana cara yang indah menghirup udara malam, dan memandang langit cerah pada siang hari, kedalamannya adalah kebahagiaan yang tumpah tetes demi tetes, kusangka tak ada habisnya, namun pada akhirnya berujung kesia-siaan, cinta merenggut rangkaian mimpi-mimpiku, dengan kepelan-pelanan yang begitu lembut, yang belum pernah aku sadari sebelumnya...
aku tersudut di ruang hampa sepi sapa, ruang di mana aku hanya bisa menemukan, dan selalu mengeja kata-kata tragis di dalamnya, tak kutemui hal selainnya, bahkan untuk hal-hal yang paling aneh sekali pun...
dari sini aku akui kerapuhanku, aku ketakutan melanjutkan hidup, tanpa sedikit pun daya kupunya, tak akan kusangsikan bahwa pada saat itu aku benar-benar membutuhkan sesuatu yang luar biasa, setidaknya untuk membuatku tetap bertahan, melepaskanku dari rasa kasihan dan ketakutan, tapi lagi-lagi tak pernah kutemukan...
dalam hari-hari yang dipenuhi tragedi keterpurukkan, termasuk kepesimisan, aku sadari, aku harus mampu melahirkan kekuatanku sendiri untuk menyadari segala hal yang ada dalam diri, memahami dekadensi naluri yang tengah terjadi, secara sejati...
dengan sakit yang paling parah sepanjang usia, dan dengan kelemahan yang begitu pasrah, aku mengeja perlahan-lahan, tentang episode-episode yang hampir mati, sebelum segalanya memanjang, kuyakini bahwa penyembuhan dengan jalanku sendiri akan menangkap banyak pengalaman sebagai pelajaran tak terhargai, aku bukakan kembali mata hati yang hampir mendekati kebutaan, buta akan segalanya, aku eja dari belakang, tak kecuali apa yang akan kutemukan dan kulakukan ke depan...
sementara di titik lain, aku tak pernah menyandingkan santapan-santapan di antara batang-batang rokok dan secangkir kopi kentalku, seperti halnya yang dilakukan banyak orang untuk kelanjutan hidup, aku tak ingin merusak kekhasan rasa pada setiap tegukannya, juga nuansa suasananya, ia teman setia, pada siapa saja aku akan berkata, menghabiskan hari tanpanya setara dengan membunuh sebuah karya jiwa, tak masuk akal? biarlah...
ia seperti selalu menjadi kebiasaan untuk pagiku, padahal ia telah menjadi primer untuk kebutuhan harianku, akan lebih indah kehilangan seorang kekasih bagiku dari melewati hari tanpa secangkir kopi, ia selalu menemaniku duduk dari jarak yang paling dekat, ia bangkitkan aku dari keyakinan yang terbekukan, ia tebarkan aroma harapan yang luar biasa, membantuku mencari-cari celah titik terang, yang menjadi satu bagian kehidupan paling romantis dalam hidupku...
di tengah dera menyamudera, tergerak hati melangkahkan kaki ke luar kota, sebuah ide yang ramah menurutku, tapi masih tetap dengan kerapuhanku, begitu berat untuk meninggalkan anak-anakku yang riang, namun sulit untuk tak membiarkan terang itu hilang, terbayang sebuah kehidupan yang begitu mengerikan, aku harus menikmati nafas hidup ketidakbersihan, dalam terang yang tak begitu benderang, dalam cahaya yang tak begitu sempurna, bagai telah ditakdirkan untuk hanya berkunjung sejenak menikmati angin metropolis, aku kembali pulang halaman, barangkali di tempat sinilah takdirku dilahirkan, dibesarkan dan menghabiskan masa kecil untuk kemudian membesarkan anak-anakku kelak, insya Alloh...
di sepi yang telah sempurna ini, aku ketukkan sebuah palu ke atas meja tiga kali tanpa terputus, menandakan bahwa aku akan kembali berdiri dan berjalan, dengan segenap kehormatanku sebagai laki-laki, dan untuk yang akan menjadi pendamping hidupku nanti, beri aku waktu untuk memperbaiki kehidupanku lebih dulu, setelahnya, kau kubolehkan hidup bersamaku selama-lamanya, dengan kehidupanku yang serba alakadarnya, tapi tetap penuh cinta...
sebuah rekreasi kehidupan yang teramat menawan, pohon cinta itu memang pernah tumbang dalam hidupku, menggugurkan daun-daunnya, rapuhkan nurani dan jiwa, tapi aku tak pernah menyangka dan tak pernah tahu sebelumnya, bahwa aku telah dengan susah payah menjaga agar pohon yang pernah menumbangkan hidupku itu tak lantas menjatuhkanku sampai mati, aku masih tetap hidup, dan masih menikmati keunikan nuansa kopi kental seleraku, hingga kini...
kini sepi telah begitu sempurna, aku tak harap akan berteman lagi dengannya, aku telah banyak memiliki hal-hal yang indah, demikianlah aku kisahkan akhir dari periode-periode mati kehidupanku, untuk hidupku sendiri...
-Cha'unk El Fakir
"Di antara hal terakhir yang dikenali manusia secara keseluruhan adalah dirinya sendiri."(Mark Hopkins)
18 Juni 2010
Kamis, 17 Juni 2010
Terlalu
aku terasa mati ditinggal kekasih
tak pernah terpikir ini bisa terjadi
aku terasa pilu saat kau berlalu
hilang semua kisah cinta dalam hatiku
cintaku padamu telah setinggi langit
namun kau tak merasakan
sayangku padamu kan kuingat selalu
biar kubawa sendiri
aku tak bisa menahan langkah kakimu
aku tak bisa menahan kepergianmu
kamu terlalu telah dengan yang lain
untuk hidupmu nanti
aku tak bisa menahan air mataku
aku tak bisa menahan kesedihanku
aku telah hancur hilang semua mimpiku
aku telah hancur hilang semua mimpiku
-Charly "ST12"
17 Juni 2010
tak pernah terpikir ini bisa terjadi
aku terasa pilu saat kau berlalu
hilang semua kisah cinta dalam hatiku
cintaku padamu telah setinggi langit
namun kau tak merasakan
sayangku padamu kan kuingat selalu
biar kubawa sendiri
aku tak bisa menahan langkah kakimu
aku tak bisa menahan kepergianmu
kamu terlalu telah dengan yang lain
untuk hidupmu nanti
aku tak bisa menahan air mataku
aku tak bisa menahan kesedihanku
aku telah hancur hilang semua mimpiku
aku telah hancur hilang semua mimpiku
-Charly "ST12"
17 Juni 2010
Puisi Sepi yang Hampir Mati di Awal Hari
setiap kali bangun pagi masih selalu ada senyum
menghirup semerbak melati dekat di hati, terkagum-kagum
sebenarnya memang selalu ada kehangatan
dengan tembang segelas kopi mengakrabi
tak pernah kubiar pagi berlalu tanpa aromanya
sekadar ingin menyentuh kehangatannya
berharap dapat mengelus pikir dan jiwa
memberi secuil rasa riang
melepas mimpi-mimpi malang
menghapus angan-angan terbang
mengubur kenangan-kenangan usang
bangkitkan raga setegar karang
bersama bunga yang tumbuh pada retina mata, terbayang-bayang
betapa indah
padahal,
pagi ini bukanlah pagi kemarin yang diulang-ulang
ia hanya tak berubah dari kebiasaan.....
17 Juni 2010
menghirup semerbak melati dekat di hati, terkagum-kagum
sebenarnya memang selalu ada kehangatan
dengan tembang segelas kopi mengakrabi
tak pernah kubiar pagi berlalu tanpa aromanya
sekadar ingin menyentuh kehangatannya
berharap dapat mengelus pikir dan jiwa
memberi secuil rasa riang
melepas mimpi-mimpi malang
menghapus angan-angan terbang
mengubur kenangan-kenangan usang
bangkitkan raga setegar karang
bersama bunga yang tumbuh pada retina mata, terbayang-bayang
betapa indah
padahal,
pagi ini bukanlah pagi kemarin yang diulang-ulang
ia hanya tak berubah dari kebiasaan.....
17 Juni 2010
Rabu, 16 Juni 2010
Kepastian
Selasa, 15 Juni 2010
Eksotika Hidupku
dari waktu ke waktu
ada yang terus mencoba menjauh dari lilitan rindu
tapi waktu membiarkan segalanya berlalu
perih memang harus mendekam di ruang kelam
tak tahu apa yang mesti kuhirup dalam desah
tak tahu mana yang mesti kutuju untuk sebuah arah
tiada banyak yang bisa dilakukan dari kesunyian
padahal semestinya ada gerak
aku harus selalu mencari celah
dari sekian rentetan pikir yang menyesak benak
tapi aku gagal
lantas hanya bisa bertawakal
hidupku, kini seperti hanya menyisa separuh
hanya merasakan koma demi koma satu per satu
sementara segalanya dibiarkan berlalu oleh waktu
tapi aku tak pernah meninggalkan sunyi
hanya mengingat bahwa aku tak punyai apa-apa lagi
beginilah hari-hari yang kujalani
tiada sehangat kopi pada cangkir terakhirku tadi pagi
namun tetap romantis
aku masih bahagia
mereka masih sangat setia, tak ada tara:
kopi hangat beraroma cinta
sebatang pena bertinta rindu
dan serepih hati yang masih nyalai jiwa
kesetiaannya menerima kenyataan
senantiasa menyimpan kerinduan
lelah jiwa tetap menegak penuh harapan
tak kubiar ada yang menyentuh damai hidupku
tak kubiar ada yang merusak indah hari-hariku
kuyakin masih kan ada cahaya kutemu
di antara puing-puing repihan jiwa yang biru
sebait harapan baru
berenang riang di puncak rindu
membenam karam di pelupuk kalbu
aku sambut
aku sambut
haru
(Alhamdulillah.....)
15 Juni 2010
ada yang terus mencoba menjauh dari lilitan rindu
tapi waktu membiarkan segalanya berlalu
perih memang harus mendekam di ruang kelam
tak tahu apa yang mesti kuhirup dalam desah
tak tahu mana yang mesti kutuju untuk sebuah arah
tiada banyak yang bisa dilakukan dari kesunyian
padahal semestinya ada gerak
aku harus selalu mencari celah
dari sekian rentetan pikir yang menyesak benak
tapi aku gagal
lantas hanya bisa bertawakal
hidupku, kini seperti hanya menyisa separuh
hanya merasakan koma demi koma satu per satu
sementara segalanya dibiarkan berlalu oleh waktu
tapi aku tak pernah meninggalkan sunyi
hanya mengingat bahwa aku tak punyai apa-apa lagi
beginilah hari-hari yang kujalani
tiada sehangat kopi pada cangkir terakhirku tadi pagi
namun tetap romantis
aku masih bahagia
mereka masih sangat setia, tak ada tara:
kopi hangat beraroma cinta
sebatang pena bertinta rindu
dan serepih hati yang masih nyalai jiwa
kesetiaannya menerima kenyataan
senantiasa menyimpan kerinduan
lelah jiwa tetap menegak penuh harapan
tak kubiar ada yang menyentuh damai hidupku
tak kubiar ada yang merusak indah hari-hariku
kuyakin masih kan ada cahaya kutemu
di antara puing-puing repihan jiwa yang biru
sebait harapan baru
berenang riang di puncak rindu
membenam karam di pelupuk kalbu
aku sambut
aku sambut
haru
(Alhamdulillah.....)
15 Juni 2010
Minggu, 13 Juni 2010
Sofie, di Satu Sua
aku bahagia jika kau tetap seperti dulu
sebab kurasa ini lebih baik, adindaku
kupikir, aku cukup beruntung bisa menemuimu
bisa berada di sampingmu
sebab yang kuharap memang begitu
kau lihat wajahku memendam pilu
cahayanya menyirat suasana hati
tapi tetap mampu menebar senyum
senyum yang masih belajar memberi arti
tak sepertimu yang pandai mengeja rasa
berbagi dalam damainya kebersamaan
bersama angin senja engkau tautkan jiwa
pada sua kali pertama
kemudian menumpah indah
menghias wajahku, mungkin wajahmu, wajah kita
sungguh,
aku telah melihat pelangi di matamu
yang warnanya begitu jelas terbaca
tergambar seperti pantulan kebaikanmu
saat mataku matamu bersalin sapa
seperti mendekap rindu yang menderu-deru
dalam panjangnya belantara waktu
tahukah engkau, dinda
aku takkan pernah menyesal telah menemuimu
aku hanya akan melebarkan kenangan
sampai semua bergenangan
tiada sisa berhamburan
bahkan, sampai kau merelakan langkahku melenggang sendirian
sebab sesekali kadang mesti kita biarkan
perpisahan menjadi seteru pertemuan
terlalu singkat waktu yang kita sediakan
tapi apa yang telah kita hadirkan
tak lebih mudah untuk dilepaskan
dinda...
saat tangan telah saling merangkai
dan hati telah saling menguntai
saat itu, perjalanan kita baru akan dimulai
semoga menyibak segala sebak
dan kita sambut sisa-sisa deburan ombak
bukan untuk waktu yang sejenak
kita harap kan ada sua kembali
suatu saat nanti
sua yang lebih mengabadi
semoga saja....
13 Juni 2010
sebab kurasa ini lebih baik, adindaku
kupikir, aku cukup beruntung bisa menemuimu
bisa berada di sampingmu
sebab yang kuharap memang begitu
kau lihat wajahku memendam pilu
cahayanya menyirat suasana hati
tapi tetap mampu menebar senyum
senyum yang masih belajar memberi arti
tak sepertimu yang pandai mengeja rasa
berbagi dalam damainya kebersamaan
bersama angin senja engkau tautkan jiwa
pada sua kali pertama
kemudian menumpah indah
menghias wajahku, mungkin wajahmu, wajah kita
sungguh,
aku telah melihat pelangi di matamu
yang warnanya begitu jelas terbaca
tergambar seperti pantulan kebaikanmu
saat mataku matamu bersalin sapa
seperti mendekap rindu yang menderu-deru
dalam panjangnya belantara waktu
tahukah engkau, dinda
aku takkan pernah menyesal telah menemuimu
aku hanya akan melebarkan kenangan
sampai semua bergenangan
tiada sisa berhamburan
bahkan, sampai kau merelakan langkahku melenggang sendirian
sebab sesekali kadang mesti kita biarkan
perpisahan menjadi seteru pertemuan
terlalu singkat waktu yang kita sediakan
tapi apa yang telah kita hadirkan
tak lebih mudah untuk dilepaskan
dinda...
saat tangan telah saling merangkai
dan hati telah saling menguntai
saat itu, perjalanan kita baru akan dimulai
semoga menyibak segala sebak
dan kita sambut sisa-sisa deburan ombak
bukan untuk waktu yang sejenak
kita harap kan ada sua kembali
suatu saat nanti
sua yang lebih mengabadi
semoga saja....
13 Juni 2010
Sabtu, 12 Juni 2010
Semuanya Telah Aku Lakukan
semuanya telah kulakukan
aku telah melakukan semuanya
hanya untuk bisa menyentuh kehidupanmu
semuanya telah kulakukan
dengan harap hatimu akan tergerak
aku tahu bahwa kau tak pernah mencintaiku
aku tahu bahwa kau mencintai seseorang yang lain
tapi saat kau akan pergi ke mana entah
aku akan mencintaimu, selalu
seperti yang pernah aku lakukan dulu
pada akhir temu
sampai kau dan aku mengabu
dan ketika semua hari-hari kita usai
aku akan mencintaimu seperti yang kini aku lakukan
karena hatimu adalah satu-satunya kembaliku
12 Juni 2010
aku telah melakukan semuanya
hanya untuk bisa menyentuh kehidupanmu
semuanya telah kulakukan
dengan harap hatimu akan tergerak
aku tahu bahwa kau tak pernah mencintaiku
aku tahu bahwa kau mencintai seseorang yang lain
tapi saat kau akan pergi ke mana entah
aku akan mencintaimu, selalu
seperti yang pernah aku lakukan dulu
pada akhir temu
sampai kau dan aku mengabu
dan ketika semua hari-hari kita usai
aku akan mencintaimu seperti yang kini aku lakukan
karena hatimu adalah satu-satunya kembaliku
12 Juni 2010
Kamis, 10 Juni 2010
Senyummu Bunga
senyummu singgah di secangkir kopiku
saat gemericik hujan mulai turun di beranda
senyummu bunga
menyingkap hijab pintu langit tak berbintang
saat kata terakhir menembus hening malam
sebelum mengelam
senyummu bunga
menguak tabir taman kesuraman
saat malam bangkitkan raga dari tidur panjang
setelah diam dalam ketakberdayaan
hujan yang turun bersama air mata
bersama pedih bersama rindu
rintiknya merangkai kata demi kata
kemudian menetas tak begitu lama
di lengkung langit tak berkejora
saat rindu terus menggericik di beranda
lantas aku tersadar
senyummu bunga
bukanlah bayang-bayang maya
10 Juni 2010
saat gemericik hujan mulai turun di beranda
senyummu bunga
menyingkap hijab pintu langit tak berbintang
saat kata terakhir menembus hening malam
sebelum mengelam
senyummu bunga
menguak tabir taman kesuraman
saat malam bangkitkan raga dari tidur panjang
setelah diam dalam ketakberdayaan
hujan yang turun bersama air mata
bersama pedih bersama rindu
rintiknya merangkai kata demi kata
kemudian menetas tak begitu lama
di lengkung langit tak berkejora
saat rindu terus menggericik di beranda
lantas aku tersadar
senyummu bunga
bukanlah bayang-bayang maya
10 Juni 2010
Rabu, 09 Juni 2010
Nadia, Antara Tangerang dan Karawang
ada perempuan dalam gelapnya cakrawala malam
berwajah suram
terbias penerang tiang-tiang jalan
tapi tak tampak ada kesedihan
apa karena keterbatasan penglihatan
sebab ternyata ia masih bisa tersenyum riang?
ada perempuan dalam sekali pandang
menyandar di tempat duduk sebelah kanan
dalam remang perjalanan malam
pandanganku tetap memajang
menghias mataku dengan lelehan bayang-bayang
dengan kata yang tak pernah lengang
kuulurkan separuh tangan
berharap akan ada perkenalan
jiwaku terlanjur terpesona
sepasang mataku tak jua mampu memejam
meski berbaur kelamnya malam
di kota besar seperti ini
teramat jarang yang bisa aku temukan
tentang perempuan belia melebarkan kerudungnya
inilah sebenar-benarnya mahkota
begitu indah menghias wajah secantik nadia
dewi nadia bila amara kumara sanie
ia mengenalkan namanya tanpa sisa
tak sempat kucatat, namun kuingat
tak sulit melihat merah rona wajahnya yang menggoda
lalu kubalas menyebut namaku seadanya
sementara dalam sapa
telingaku tak pernah mendengar kata-katanya
hanya kurasa, kesejukan suaranya sesemilir angin menyentuh jendela-jendela jiwa
tak dapat kuraba apa pun di dalamnya
sungguh, kebekuan yang begitu lekas tercairkan
tapi sayang,
aku harus meninggalkannya lebih segera
tapi kubawa bias-bias wajahnya, tak sengaja
wajah yang memang tak mudah dilupa
atau ia yang telah sengaja menitipkan nama untuk kujaga
antara semburat cahaya dan gelapnya cakrawala
atau antara tangerang dan karawang setidaknya
entahlah...
yang pasti hatiku berbunga
09 Juni 2010
berwajah suram
terbias penerang tiang-tiang jalan
tapi tak tampak ada kesedihan
apa karena keterbatasan penglihatan
sebab ternyata ia masih bisa tersenyum riang?
ada perempuan dalam sekali pandang
menyandar di tempat duduk sebelah kanan
dalam remang perjalanan malam
pandanganku tetap memajang
menghias mataku dengan lelehan bayang-bayang
dengan kata yang tak pernah lengang
kuulurkan separuh tangan
berharap akan ada perkenalan
jiwaku terlanjur terpesona
sepasang mataku tak jua mampu memejam
meski berbaur kelamnya malam
di kota besar seperti ini
teramat jarang yang bisa aku temukan
tentang perempuan belia melebarkan kerudungnya
inilah sebenar-benarnya mahkota
begitu indah menghias wajah secantik nadia
dewi nadia bila amara kumara sanie
ia mengenalkan namanya tanpa sisa
tak sempat kucatat, namun kuingat
tak sulit melihat merah rona wajahnya yang menggoda
lalu kubalas menyebut namaku seadanya
sementara dalam sapa
telingaku tak pernah mendengar kata-katanya
hanya kurasa, kesejukan suaranya sesemilir angin menyentuh jendela-jendela jiwa
tak dapat kuraba apa pun di dalamnya
sungguh, kebekuan yang begitu lekas tercairkan
tapi sayang,
aku harus meninggalkannya lebih segera
tapi kubawa bias-bias wajahnya, tak sengaja
wajah yang memang tak mudah dilupa
atau ia yang telah sengaja menitipkan nama untuk kujaga
antara semburat cahaya dan gelapnya cakrawala
atau antara tangerang dan karawang setidaknya
entahlah...
yang pasti hatiku berbunga
09 Juni 2010
Selasa, 08 Juni 2010
Jasmine...
-in memoirs
dulu...
semesta kurasa begitu indah
tak cuma di pandang mata
jiwa pun merasa
kini...
mungkin sesalku agak terlambat
paras bungamu terlanjur sekarat
dirubung luka menyayat-nyayat
aku tak pernah tahu
siapa diantara kita yang terpedaya
sulit untuk dapat dipahami
sulit untuk bisa dimengerti
pernah kurias kelopakmu di awal pagi
dengan sejuknya bait-bait puisi
meski tiada abadi
ia selalu bernyanyi di atas indahnya lengkung pelangi
mengumpulkan serpih-serpih mimpi
yang kita titipkan kepada matahari
dulu aku ingin terus membawamu pergi
tapi ternyata aku yang menghilang terlalu dini
membiarkan melati terpuruk seorang diri
cerita indah itu kini tiada lagi
kupikir, segalanya memang telah berakhir
menjejak bayang impian
menyobek angan dan harapan
mimpi lama terkubur lalu
aku yang tak punya setia
menyerapahimu sia-sia
dan aku percaya saat itu kau tiada berdaya
barangkali,
selepas tenggelam dimamah pilu
menepi sendiri ke tempat ngeri lagi sepi
memikul berat beban luka menghimpit sisi nurani
kau tetap berlari, tanpa ada henti
sambil berharap nanti
embun pagi kembali basahkan kering jiwamu
mengalirkan tetes-tetes asa
dan senyum mentari kembali kan hangatkan pagi
menghadirkan dan menebar lagi bunga-bunga cinta
mengenangmu, jasmine
tak pernah mampu mengurai segala kebaikanmu
keramahan dan kelembutanmu
bahkan dalam sela ruang yang tak begitu jauh
aku tak pernah mampu menyentuh
hanya melontar kata-kata rindu
yang meletup-letup di permukaan kalbu
menggema di bawah alam sadarku
bergemuruh di dinding-dinding jiwaku
terlampau jauh rasa inginku
untuk kusandarkan lagi di indah kelopakmu
dulu menepikanmu begitu saja
kini merindumu begitu saja
tak pernah tahu bagaimana caraku mengimbanginya
barangkali dalam hidupku
engkau tetaplah sebuah puisi
yang diam namun bersenandung di dalam hati
tentang kisah-kisah lama yang pernah kita lalui
lantas senandungmu itu
akan jadi lagumu, laguku, lagu kita
jasmine...
keperkasaanmu kini telah kubaca
di mataku kau memang perempuan luar biasa
sejak dulu kau selalu ajarkan aku tentang itu
tak jemu-jemu
hingga kasihmu tetap memancar dalam sanubariku
menebar jutaan pesona indahmu
membuatku semakin menyadari
derap jejak kaki ini tak boleh terhenti di sini
tetap melangkah dan melangkah lagi
untuk masa depan pasti dan lebih berarti
peluklah rapuhku, bunga...
08 Juni 2010
dulu...
semesta kurasa begitu indah
tak cuma di pandang mata
jiwa pun merasa
kini...
mungkin sesalku agak terlambat
paras bungamu terlanjur sekarat
dirubung luka menyayat-nyayat
aku tak pernah tahu
siapa diantara kita yang terpedaya
sulit untuk dapat dipahami
sulit untuk bisa dimengerti
pernah kurias kelopakmu di awal pagi
dengan sejuknya bait-bait puisi
meski tiada abadi
ia selalu bernyanyi di atas indahnya lengkung pelangi
mengumpulkan serpih-serpih mimpi
yang kita titipkan kepada matahari
dulu aku ingin terus membawamu pergi
tapi ternyata aku yang menghilang terlalu dini
membiarkan melati terpuruk seorang diri
cerita indah itu kini tiada lagi
kupikir, segalanya memang telah berakhir
menjejak bayang impian
menyobek angan dan harapan
mimpi lama terkubur lalu
aku yang tak punya setia
menyerapahimu sia-sia
dan aku percaya saat itu kau tiada berdaya
barangkali,
selepas tenggelam dimamah pilu
menepi sendiri ke tempat ngeri lagi sepi
memikul berat beban luka menghimpit sisi nurani
kau tetap berlari, tanpa ada henti
sambil berharap nanti
embun pagi kembali basahkan kering jiwamu
mengalirkan tetes-tetes asa
dan senyum mentari kembali kan hangatkan pagi
menghadirkan dan menebar lagi bunga-bunga cinta
mengenangmu, jasmine
tak pernah mampu mengurai segala kebaikanmu
keramahan dan kelembutanmu
bahkan dalam sela ruang yang tak begitu jauh
aku tak pernah mampu menyentuh
hanya melontar kata-kata rindu
yang meletup-letup di permukaan kalbu
menggema di bawah alam sadarku
bergemuruh di dinding-dinding jiwaku
terlampau jauh rasa inginku
untuk kusandarkan lagi di indah kelopakmu
dulu menepikanmu begitu saja
kini merindumu begitu saja
tak pernah tahu bagaimana caraku mengimbanginya
barangkali dalam hidupku
engkau tetaplah sebuah puisi
yang diam namun bersenandung di dalam hati
tentang kisah-kisah lama yang pernah kita lalui
lantas senandungmu itu
akan jadi lagumu, laguku, lagu kita
jasmine...
keperkasaanmu kini telah kubaca
di mataku kau memang perempuan luar biasa
sejak dulu kau selalu ajarkan aku tentang itu
tak jemu-jemu
hingga kasihmu tetap memancar dalam sanubariku
menebar jutaan pesona indahmu
membuatku semakin menyadari
derap jejak kaki ini tak boleh terhenti di sini
tetap melangkah dan melangkah lagi
untuk masa depan pasti dan lebih berarti
peluklah rapuhku, bunga...
08 Juni 2010
Senin, 07 Juni 2010
Poris, 070610
tiba
dengan hampa segala
hampa jiwa
hampa rupa
hampa harta
tiada apa kupunya
pun tiada yang dapat kuberi
aku menepi
gontai menjejaki langkah kaki di muka bumi
di sisiku hanya ada melati
yang pernah menebar wangi sepelosok hati
hingga di ketika ini
kasihnya kurasa belum pernah berhenti
tapi kini ia punya mimpi
mimpinya sendiri
mimpi yang seakan memagari
mencerai diri di sedari pagi
di balik jeruji-jeruji besi
atau disekap terik mentari
barangkali
sungguh...
kurasa bahagia tak terkira
tak ada kecewa
tak ada kata tentang air mata
melainkan cerita cinta yang dulu membahana
menyelusup lorong-lorong jiwa
indah menghiasi dunia
nyata dari banyak hal yang paling nyata
begitulah adanya
kini mungkin bersisa fatamorgana
tapi tak menilas luka
di dalam dada
ia tetap rekah sebagai bunga
menebar aroma surga di perbatasan senja
kupikir...
dulu kini kita tiada beda, segalanya
masih utuh dan apa adanya
hanya aku yang tanpa daya
berkubang nestapa
terpuruk nelangsa
terselimut nista
jiwa merana
hati tak mampu bersabda
hampa
tapi bukan sia-sia
di ujung senja
tawa mengulum penuh pesona
aku enggan berpisah sebenarnya
karenanya aku masih ingin di sini
hanya saja
waktu mengalir sampai ke akhir sapa
memaksaku berundur diri secepatnya
sampai jumpa.....
07 Juni 2010
dengan hampa segala
hampa jiwa
hampa rupa
hampa harta
tiada apa kupunya
pun tiada yang dapat kuberi
aku menepi
gontai menjejaki langkah kaki di muka bumi
di sisiku hanya ada melati
yang pernah menebar wangi sepelosok hati
hingga di ketika ini
kasihnya kurasa belum pernah berhenti
tapi kini ia punya mimpi
mimpinya sendiri
mimpi yang seakan memagari
mencerai diri di sedari pagi
di balik jeruji-jeruji besi
atau disekap terik mentari
barangkali
sungguh...
kurasa bahagia tak terkira
tak ada kecewa
tak ada kata tentang air mata
melainkan cerita cinta yang dulu membahana
menyelusup lorong-lorong jiwa
indah menghiasi dunia
nyata dari banyak hal yang paling nyata
begitulah adanya
kini mungkin bersisa fatamorgana
tapi tak menilas luka
di dalam dada
ia tetap rekah sebagai bunga
menebar aroma surga di perbatasan senja
kupikir...
dulu kini kita tiada beda, segalanya
masih utuh dan apa adanya
hanya aku yang tanpa daya
berkubang nestapa
terpuruk nelangsa
terselimut nista
jiwa merana
hati tak mampu bersabda
hampa
tapi bukan sia-sia
di ujung senja
tawa mengulum penuh pesona
aku enggan berpisah sebenarnya
karenanya aku masih ingin di sini
hanya saja
waktu mengalir sampai ke akhir sapa
memaksaku berundur diri secepatnya
sampai jumpa.....
07 Juni 2010
Minggu, 06 Juni 2010
Resah
detik yang begitu mencekik
menit yang begitu menghimpit
jam yang menghujam tajam
hari yang terus berlari
tiada jua kutemu peneduh hati
sementara waktu terus memburu
bertalu-talu
lelah ini kurasa makin tak terperi
diri seolah terbantai emosi
dikepung sunyi
kemudian pasrah ditelan pagi demi pagi
entah kapan waktu menyibak segenap harap
karena yang ada hanya sekat yang menyekap
menyimpan banyak penantian
merebahkan luka, menyandarkan kepiluan
menyesatkan nasib diri
menghempaskannya tanpa arah
lantas,
siapa lagi yang harus kutumpah resah
siapa lagi.....
06 Juni 2010
menit yang begitu menghimpit
jam yang menghujam tajam
hari yang terus berlari
tiada jua kutemu peneduh hati
sementara waktu terus memburu
bertalu-talu
lelah ini kurasa makin tak terperi
diri seolah terbantai emosi
dikepung sunyi
kemudian pasrah ditelan pagi demi pagi
entah kapan waktu menyibak segenap harap
karena yang ada hanya sekat yang menyekap
menyimpan banyak penantian
merebahkan luka, menyandarkan kepiluan
menyesatkan nasib diri
menghempaskannya tanpa arah
lantas,
siapa lagi yang harus kutumpah resah
siapa lagi.....
06 Juni 2010
Sabtu, 05 Juni 2010
Lukislah...
lekas ambil penamu
lukis gumpalan awan hitam itu
dalam rancunya paduan warna sekali pun
dalam gelap penatnya pikir sekali pun
dalam hilangnya kepasrahan sekali pun
lukislah, sahabat...
lukislah yang seharusnya kau lukis
tuangkan saja segala itu
jika keraguan ada pada kanvas hidupmu
teriaklah atas keyakinan
yakin akan elok
yakin akan putih
yakin akan fitrah
lahir dari kekuatan hati
beralaskan serah diri
karena itulah sebuah guratan untuk hari lusa
kelak karyamu kau baca
kau lumat putih merahnya
kau cerna semua
jadikan kaca pada tiap titik tintanya
hingga kau lupa sebuah penuntun
pada suatu corak indah dan harmoni
yang tak ingkari nurani
maka, hapuslah risaumu
lalu, lukislah segera wahai sahabat...
-Gus Mufty
Fajar Pagi, 05 Juni 2010
Jumat, 04 Juni 2010
Rinduku di Sepanjang Jalanku
sejernih mata air tutur kata rindumu
menetes ke pucuk-pucuk kalbu
bertalu-talu
menyelusup pori-poriku
nurani jiwa menari
mencari-cari bayangmu
menjemputmu di semilirnya angin pagi
untuk menjumpaimu lagi
barangkali benar ada secuil rasa rindu
yang dapat kuraba di tempat itu
tak perlu menunda hingga esok tiba
agar segala yang kita punya
satu rasa jadinya
tak lagi menyisa resah berbalut desah
kau tahu
seutas bahagiaku ada di dirimu
sebait nada-nadaku ada dalam kebeningan kata-katamu
yang indah mengaliri sajak-sajakku
dan bila nanti benar-benar dipertemukan
aku ingin
dalam pelukku kau kurengkuh
lalu kau kubawa pergi dengan sayapku....
04 Juni 2010
menetes ke pucuk-pucuk kalbu
bertalu-talu
menyelusup pori-poriku
nurani jiwa menari
mencari-cari bayangmu
menjemputmu di semilirnya angin pagi
untuk menjumpaimu lagi
barangkali benar ada secuil rasa rindu
yang dapat kuraba di tempat itu
tak perlu menunda hingga esok tiba
agar segala yang kita punya
satu rasa jadinya
tak lagi menyisa resah berbalut desah
kau tahu
seutas bahagiaku ada di dirimu
sebait nada-nadaku ada dalam kebeningan kata-katamu
yang indah mengaliri sajak-sajakku
dan bila nanti benar-benar dipertemukan
aku ingin
dalam pelukku kau kurengkuh
lalu kau kubawa pergi dengan sayapku....
04 Juni 2010
Kamis, 03 Juni 2010
Mama Mia
mia...
berdiri di antara deretan tembok-tembok tinggi
ternyata tak mampu melumat setiap rindu yang datang
kepergianku, hanya melahirkan gemuruh nada-nada sumbang
entah, apa lagi yang mesti kulakukan
mungkin benar bahwa aku tak bisa
sungguh tak bisa
aku tak bisa melakukan apa yang seharusnya kulakukan
mia...
kini aku teringat kembali padamu
wajahmu datang membayang dalam benakku
tanpa kusadari, kenangan akan dirimu masih jua membekas
sedikit bahagia yang pernah kita rasa berdua
masih tersimpan di sela rapuhnya jiwa
seketika mengemuka tanya
masihkah kau rindukan aku, mia
saat kau sendiri di sudut ruang hampa
dengan senyum yang tak lagi berlagu
di hampar selimut memelukmu tanpaku?
atau barangkali,
kepergianku telah merenggut separuh bahagiamu
menghapus setengah keceriaan hari-harimu
kupikir, sungguh membosankan
aku pun demikian, mia
semua yang telah terjadi bukan karena mauku
seandainya bisa memilih
tak mungkin aku akan meninggalkanmu
tak mungkin
mia...
semua ini bukanlah sajak rindu semata
aku sungguh tak mampu menahan semua yang ada
membayangkan kau sendiri tanpaku di sana
mengiris perlahan setiap rasa yang mendenyut indah
aku harap kau mengerti, mia
aku tak ingin kau berubah
ini kata setiap hela nafas hidupku
aku serius, aku jenuh menulis rindu-rindu semu
aku hanya ingin menemuimu
memeluk tubuh mungilmu
melepas semua cinta yang sepanjang jalan ini seakan bisu
lalu kan kubisikkan sesuatu ke dalam telinga hatimu
aku janji, demi rasamu juga rasaku
takkan lagi kutinggalkan dirimu
mia, aku merindumu
aku pastikan kembali untukmu.....
03 Juni 2010
berdiri di antara deretan tembok-tembok tinggi
ternyata tak mampu melumat setiap rindu yang datang
kepergianku, hanya melahirkan gemuruh nada-nada sumbang
entah, apa lagi yang mesti kulakukan
mungkin benar bahwa aku tak bisa
sungguh tak bisa
aku tak bisa melakukan apa yang seharusnya kulakukan
mia...
kini aku teringat kembali padamu
wajahmu datang membayang dalam benakku
tanpa kusadari, kenangan akan dirimu masih jua membekas
sedikit bahagia yang pernah kita rasa berdua
masih tersimpan di sela rapuhnya jiwa
seketika mengemuka tanya
masihkah kau rindukan aku, mia
saat kau sendiri di sudut ruang hampa
dengan senyum yang tak lagi berlagu
di hampar selimut memelukmu tanpaku?
atau barangkali,
kepergianku telah merenggut separuh bahagiamu
menghapus setengah keceriaan hari-harimu
kupikir, sungguh membosankan
aku pun demikian, mia
semua yang telah terjadi bukan karena mauku
seandainya bisa memilih
tak mungkin aku akan meninggalkanmu
tak mungkin
mia...
semua ini bukanlah sajak rindu semata
aku sungguh tak mampu menahan semua yang ada
membayangkan kau sendiri tanpaku di sana
mengiris perlahan setiap rasa yang mendenyut indah
aku harap kau mengerti, mia
aku tak ingin kau berubah
ini kata setiap hela nafas hidupku
aku serius, aku jenuh menulis rindu-rindu semu
aku hanya ingin menemuimu
memeluk tubuh mungilmu
melepas semua cinta yang sepanjang jalan ini seakan bisu
lalu kan kubisikkan sesuatu ke dalam telinga hatimu
aku janji, demi rasamu juga rasaku
takkan lagi kutinggalkan dirimu
mia, aku merindumu
aku pastikan kembali untukmu.....
03 Juni 2010
Rabu, 02 Juni 2010
Aku, Jiwa, dan Idealisasi
oh jiwaku...
malam ini tak perlu kita resah lagi, tenanglah
damaikan dirimu sebentar
hisaplah asap rokokmu dalam-dalam
tak lama lagi puisi ini akan jadi
percayalah,
tenanglah dulu di sini bersamaku
aku hanya akan sejenak memunguti kata-kata
mereka tercecer di sekeliling kita
aku masih ada beberapa batang rokok lagi
mungkin masih cukup untuk menghidupimu
untuk melahap sisa waktumu malam ini
dan menjadikan asapnya sebagai peretas puisiku nanti
yang memenuh teduh seisi pikir dalam hati
damailah kita sampai ke tepi pagi
aku janji, pasti akan kubuatkan puisi
puisi penghibur jiwa separuh mati
aku hanya sedang memunguti kata-kata kini
biar tak bersisa lagi
tunggulah.....
02 Juni 2010
malam ini tak perlu kita resah lagi, tenanglah
damaikan dirimu sebentar
hisaplah asap rokokmu dalam-dalam
tak lama lagi puisi ini akan jadi
percayalah,
tenanglah dulu di sini bersamaku
aku hanya akan sejenak memunguti kata-kata
mereka tercecer di sekeliling kita
aku masih ada beberapa batang rokok lagi
mungkin masih cukup untuk menghidupimu
untuk melahap sisa waktumu malam ini
dan menjadikan asapnya sebagai peretas puisiku nanti
yang memenuh teduh seisi pikir dalam hati
damailah kita sampai ke tepi pagi
aku janji, pasti akan kubuatkan puisi
puisi penghibur jiwa separuh mati
aku hanya sedang memunguti kata-kata kini
biar tak bersisa lagi
tunggulah.....
02 Juni 2010
Makna Cinta
Selasa, 01 Juni 2010
Fakir in Hope
ketergantunganku kini hanya kepada-Mu
jadikan jiwa ini untuk selalu menikmati suasana indah seperti itu
aku sungguh tak pernah jemu meminta kebaikan-Mu
tapi sayang,
putus asa kerap membantai segenap rasa
semangat hidup sirna
saat gagal menimpa
saat diri terjebak petaka
aku,
dengan segala keterbatasanku
begitu merasa teramat hina di hadap-Mu
tiada layak memaut hati akan kebesaran-Mu
sajak ini mungkin sekedar harapan hampa
sajak nista yang penuh dosa-dosa
tiada secuil apa pun daya
pinta hatiku dengan sangat
jauhkan ia dari bahaya godaan tak terperi
godaan yang telah menjauhkan diri dari peliharaan-Mu
sekaligus menghalang-halangiku dari rahmat-Mu
jangan lagi tanamkan putus asa dalam dadaku
aku sangat dambakan indah nafas masa depan
lahirkan terus semangat dalam setiap gerak naluri
jernihkan pikirku kembali tanpa henti
ridhai langkah-langkah kaki tertatih ini
antarkan ia ke tepian yang sejuk nan damai
jadikan hatiku setenang angin tanpa badai...
01 Juni 2010
jadikan jiwa ini untuk selalu menikmati suasana indah seperti itu
aku sungguh tak pernah jemu meminta kebaikan-Mu
tapi sayang,
putus asa kerap membantai segenap rasa
semangat hidup sirna
saat gagal menimpa
saat diri terjebak petaka
aku,
dengan segala keterbatasanku
begitu merasa teramat hina di hadap-Mu
tiada layak memaut hati akan kebesaran-Mu
sajak ini mungkin sekedar harapan hampa
sajak nista yang penuh dosa-dosa
tiada secuil apa pun daya
pinta hatiku dengan sangat
jauhkan ia dari bahaya godaan tak terperi
godaan yang telah menjauhkan diri dari peliharaan-Mu
sekaligus menghalang-halangiku dari rahmat-Mu
jangan lagi tanamkan putus asa dalam dadaku
aku sangat dambakan indah nafas masa depan
lahirkan terus semangat dalam setiap gerak naluri
jernihkan pikirku kembali tanpa henti
ridhai langkah-langkah kaki tertatih ini
antarkan ia ke tepian yang sejuk nan damai
jadikan hatiku setenang angin tanpa badai...
01 Juni 2010
Langganan:
Postingan (Atom)