-in memoirs
dulu...
semesta kurasa begitu indah
tak cuma di pandang mata
jiwa pun merasa
kini...
mungkin sesalku agak terlambat
paras bungamu terlanjur sekarat
dirubung luka menyayat-nyayat
aku tak pernah tahu
siapa diantara kita yang terpedaya
sulit untuk dapat dipahami
sulit untuk bisa dimengerti
pernah kurias kelopakmu di awal pagi
dengan sejuknya bait-bait puisi
meski tiada abadi
ia selalu bernyanyi di atas indahnya lengkung pelangi
mengumpulkan serpih-serpih mimpi
yang kita titipkan kepada matahari
dulu aku ingin terus membawamu pergi
tapi ternyata aku yang menghilang terlalu dini
membiarkan melati terpuruk seorang diri
cerita indah itu kini tiada lagi
kupikir, segalanya memang telah berakhir
menjejak bayang impian
menyobek angan dan harapan
mimpi lama terkubur lalu
aku yang tak punya setia
menyerapahimu sia-sia
dan aku percaya saat itu kau tiada berdaya
barangkali,
selepas tenggelam dimamah pilu
menepi sendiri ke tempat ngeri lagi sepi
memikul berat beban luka menghimpit sisi nurani
kau tetap berlari, tanpa ada henti
sambil berharap nanti
embun pagi kembali basahkan kering jiwamu
mengalirkan tetes-tetes asa
dan senyum mentari kembali kan hangatkan pagi
menghadirkan dan menebar lagi bunga-bunga cinta
mengenangmu, jasmine
tak pernah mampu mengurai segala kebaikanmu
keramahan dan kelembutanmu
bahkan dalam sela ruang yang tak begitu jauh
aku tak pernah mampu menyentuh
hanya melontar kata-kata rindu
yang meletup-letup di permukaan kalbu
menggema di bawah alam sadarku
bergemuruh di dinding-dinding jiwaku
terlampau jauh rasa inginku
untuk kusandarkan lagi di indah kelopakmu
dulu menepikanmu begitu saja
kini merindumu begitu saja
tak pernah tahu bagaimana caraku mengimbanginya
barangkali dalam hidupku
engkau tetaplah sebuah puisi
yang diam namun bersenandung di dalam hati
tentang kisah-kisah lama yang pernah kita lalui
lantas senandungmu itu
akan jadi lagumu, laguku, lagu kita
jasmine...
keperkasaanmu kini telah kubaca
di mataku kau memang perempuan luar biasa
sejak dulu kau selalu ajarkan aku tentang itu
tak jemu-jemu
hingga kasihmu tetap memancar dalam sanubariku
menebar jutaan pesona indahmu
membuatku semakin menyadari
derap jejak kaki ini tak boleh terhenti di sini
tetap melangkah dan melangkah lagi
untuk masa depan pasti dan lebih berarti
peluklah rapuhku, bunga...
08 Juni 2010
Selasa, 08 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar